Selasa, 06 Agustus 2013

Teman?!


Selamat malam! Adinda desu! Malam ini saya tidak bisa tidur. Kenapa ya? Saya memikirkan banyak hal. Jadi, saya punya teman yang saya anggap dekat. Entah ini sepihak atau tidak. Teman ini sudah saya kenal sejak 1.5 tahun lalu. Dari sebuah pertemuan takdir, saya dan dia akhirnya menemukan sebuah hubungan yang rumit.

Well, kisah baik-baik ini mulai terusik saat saya mendapatkan- yang Alhamdulillah dari orangnya langsung- bahwa dia akan pergi sekolah ke Jepang. Iya, negeri yang jauh itu. Yang kalau pakai pesawat, lamanya sampai 17 jam. Saya sebagai temannya tentunya sangat senang. Senang sekali malah. Karena akhirnya dia berhasil meraih impian yang selama ini jadi cita-citanya. Tujuan kuliahnya : Pergi ke Jepang. Saya mendukung dia, meski pada awalnya dia galau meninggalkan Indonesia. Tapi dengan besar hati, saya mendukung dia dan meyakinkan dia bahwa ini adalah cita-citanya dan dia berhak mendapatkan itu.

Kami memang merencanakan KKN di tempat yang sama, di Kepulauan Bangka Belitung, Negeri Laskar Pelangi karena kami sama-sama menyukai pantai, meskipun anehnya, kami belum pernah ke pantai berdua ahaha. Saat itu, banyak hal yang terjadi selama KKN. Dan anehnya, saya jadi makin ketergantungan kepada teman saya ini. Sifat overprotective dan posesif saya muncul kembali, padahal sudah lama sekali hilang. Terakhir kali sifat jelek saya ini muncul, sewaktu kasus onee-sama. Ah, mungkin setelah itu, saya bertemu teman saya ini dan perlahan-lahan, sifat saya mengarah ke teman saya ini tanpa saya sadari.

Sayangnya, teman saya tidak memaklumi sifat buruk saya yang itu. Makanya saya jadi tidak bisa berpikir jernih. Berbagai upaya saya coba agar saya bisa menekan sifat buruk ini. Tapi saya sadar, sebesar apapun saya mencoba, saya tidak akan bisa. Makanya, saat moment dia pergi ke Jepang itu lah, mungkin, menjadi titik baliknya. Dan saya harap begitu.

Malam ini saya berpikir, satu tahun itu, selama apa? Setahun yang saya jalani belakangan ini terasa sangat menyenangkan. Dia mungkin bukan tipe orang yang suka menyimpan kenangan. Berbeda dengan saya. Benda apapun yang saya punya, bisa menimbulkan banyak kenangan. Dan saya ingat sekali awal pertemuan saya dengan teman saya ini. Seperti sebuah klise yang berjalan di ingatan, sekali-sekali saya akan mengingat moment lucu, moment sedih, moment penuh haru dan lain-lain. Saat itu saya berpikir, ah, bagaimana 1 tahun tanpa dia? Kenapa saya bisa lupa 1.5 tahun lalu sebelum saya bertemua dia? Sebelum bertemu dia, kehidupan seperti apa yang saya jalani? Well, semuanya jadi begitu rumit dan mulai memenuhi pikiran saya.
Hari-hari saya main ke kluster social mungkin akan jadi mimpi. Padahal dulu saya sering banget main ke situ. Sekedar untuk menjemput dia makan siang, atau main ke suatu tempat ahaha. Kadang teman sekelas saya marah-marah karena saya lebih memilih main dengan dia. Tapi beginilah, sebuah perasaan peduli kepada teman tumbuh seiring berjalannya waktu, teman yang istimewa, yang sudah saya anggap seperti bagian diri saya yang lain. 

Saya tidak tahu sejak kapan saya menjadi melankolis. Saat dia bilang dia menyukai orang lain, saat dia bertanya apakah dia boleh memiliki pacar, saat saya menyetujui dengan berat hati, saat dia memilih pergi bersama pacarnya daripada berkumpul bersama saya dan teman-teman lainnya, saat dia tidak pernah cerita apapun pada saya, saat semua tentangnya saya ketahui dari orang lain. Saat itu, saya tahu, ini rasanya persahabatan yang bertepuk sebelah tangan.

Tapi saya senang, saat saya jadi orang pertama yang dia beritahu macam-macam hal selama 1.5 tahun, saat saya dikenalkan pada teman-teman sekelasnya, saat dia meminta tolong pada saya, saat dia mengajak makan bersama. Saya merasa apapun bisa saya lakukan bersamanya. Sejak itu, saya merasa diri saya superior dan menjadi super egois.

Sial, kenapa jadi supermelankolis malam ini ahaha. Ini dimulai saat saya membaca sebuah blog. Blog itu memiliki cerita yang sama dengan yang sedang saya alami. Saat itu saya berpikir, satu tahun itu selama apa? Study saya semestinya sudah selesai tahun depan. Apakah itu artinya, ini perpisahan untuk selamanya? Kapan lagi kami akan bertemu? Satu tahun itu bisa merubah apa saja? Pertanyaan-pertanyaan tanpa jawabanlah yang terus terngiang dipikiran, sampai tanpa sadar, jidat saya jadi sering mengkerut ahahah.
Lalu, sebagai hadiah yang mungkin perpisahan, saya harus memberikan apa? Do’a? bagi saya itu tidak cukup. Doushiyo?

Sebagai penutup, berikut quote malam ini :
Satu tahun memang bukan selamanya, tapi selamanya bisa berubah dalam satu tahun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kritik dan sarannya :)